“LEBIH DEKAT BERSAMA IBU”

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa 22 Desember merupakan hari yang diperingati sebagai hari Ibu hal ini berkaca pada bagaimana perjuangan para perempuan hebat salah satunya seperti, Nyai Acmad Dahlan , Cut Nya Dian, R.A. Kartini, dan perempuan hebat lainnya “seperti Ibu”. Dipilihnya 22 Desember sebagai tanggal diperingatinya Hari Ibu karena pada tanggal itu merupakan tanggal kongres perempuan yakni “Kongres Wanita Indonesia (Kowai)” di tahun 1938.

Berkaitan dengan kebaradaan wanita yang begitu mempunyai peranan amat penting dalam suatu negara, Rasullulah Saw pernah bersabda :

"Kaum wanita itu halnua suatu Negara, jika kaum wanitanya baik (dalam artian baik budi pekertinya) maka negarapun akan menjadi baik. Maka sebaliknya, jika kaum wanitannya jelek (dalam arti rusak wanitanya rusak akhlaqnya) maka negarapun akan menjadi jelek".

Dari sabda Rasullulah Saw, di atas kita bisa bayangkan betapa pentingnya peran seorang wanita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Memang ini adalah hal yang tidak diragukan lagi melihat pejuang-pejuang hebat wanita seperti ibu yang memainkan peranan mereka dalam keluarga. Melahirkan, merawat dan mendidik para generasi yang akan menjadi penerus estafet kepemimpinan bangsa dimasa yang akan datang, di sanalah cikal bakal para pemimpin negeri ini didesain, dididik sebagai pengetahuan awal pengetahuan dasar mengenai baik buruk dalam kehidupan. Dan seorang ibulah yang banyak memainkan peran itu sekalipun tidak terlepas daei peranan sangk ayah. Tanpa memunafikan, ibulah yang paling banyak memainkan peran. Mengingat dalam keluarga yang paling banyak meluangkan waktunya untuk mengurus anak adalah ibu.

Ini bukan hanya semata-semata sebagai bentuk penghargaan kepada sesosok  wanita seperti ibu. Tapi ini adalah sebuah penganjuran, bahwa kedudukan wanita tidak kalah pentingnya dengan pria dalam kehidupan ini, baik dalam ruang kecil keluarga maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan tidak sedikit daru mereka harus memainkan peran ganda untuk membesarkan, dan harus pula menafkahi anak-anaknya dengan hasil keringatnya sendiri.

22 Desember, dimana setiap tahunnya diperingati sebagai hari ibu. Mungkin ini merupakan momen yang tepat untuk kembali sejenak mengingat dan menghayati apa yang telah ibu kita dedikasikahkan kepada kita anak-anaknya dan meresapi semua apa yang telah kita lakukan sejauh ini untuk ibu. Sekalipun demikian hari untuk mengingat ibu atau hari untuk bersama ibu tentunya bukan hanya sehari. Jika demikian maka sungguh tak adil dan sangat durhakanya kita sebagai anak kepada ibu.

Ibu, mama, ema, bunda, umi. Berbagai macam panggilan yang diberikan, namun tetap ditunjukan hanya untuk seseorang wanita yang mulia dan istimewa. Mengingat pengorbanan, perjuangan serta kasih sayang yang telah ibu berikan kepada kami anak-anaknya begitu berarti dan berharganya. 

Ibu, mengingat nasehatnya yang terucap dari bibirnya dengan penuh kelembutan seketika aku berbuat sesuatu yang nakal dimasa kecil. Sekalipun kini beliau jauh dari pandangan mata, nasehatnya selalu menemani dan menuntun ketika kaki melangkah.

Mengingat kembali masa kecil, masa dimana kadang keras kepala, malas, enggan untuk pergi sekolah. Kalimat yang selalu keluar dari bibirnya "Nak, pergilah sekolah! Orang yang tidak sekolah itu cape hanya disuru-suru, pergi babat rumput di bawa terik matahari yang panas untuk berkebun, bahkan tengah malam mesti bergadang menjaga kebun. Kalian mesti sekolah, jangan seperti ibu yang tidak sekolah karena tidak ada uang orang tua. Biar ibu saja yang bodoh, kalian anak-anak ibu  harus sekolah. Orang yang tidak sekolah seperti ibu hanya jadi pembodohan orang.

Mengingat kalimat-kalimat itu kadang terbisik dalam benak saya, sungguh benar apa yang dikatakan ibu. Seandainya hari itu saya mengikuti kebodohan saya, berhenti sekolah. Mungkin saja saat ini saya sudah harus banting tulang untuk mencari uang seperti anak-anak lainnya seumuranku. 

Terkadang, karena ulahku yang nakal mesti meneteskan air matanya yang lelah melihat ulahku yang begitu nakal. Pikirnya harus dengan apa lagi menasehatiku. Tidak jarang ketika ibu sedang mengerjakan sesuatu lalu memanggil untuk mengambilkannya sesuatu untuknya. Dengan tegas menjawabnya, ah saya cape. Dengan nada rendah lalu ibu menjawab. Ya, sudah kalau begitu.

Ibu, kalau kita disuruh harus membayangkan bagaimana jasa yang telah ia berikan kepada kita dan mengingat semua kenakalan yang telah kita lakukan kepada ibu, mungkin air mata akan jatuh berderai begitu saja.

Awal dari kelahirana kita sebagai manusia, jerit tangis penuhi seliruh rongga alam dan sejukan sebongkah hati nan merindukan hadirnya si buah hati, paduan dari cinta dan kasih sayang selama ini terjalin. Namun apa kha kita tahu hakikat tangisnya? Apakah jeri tangis ketakutan pada dunia yang terasa asing ataukah jeritan kebahagian semu? Sementara bagi orang tua, jeritan tangis terasa sebagai segala pengobat segala duka, penawar jerih payah dan keringkan keringat kerinduan yang sekian lama tertahan dalam nurani nan paling dalam. Berjuang antara hidup dan mati, tersenyum diantara kesakitan dan air mata kebahagiaan. Perjuangan sang ibu disela-sela kehidupan dan kematian.

Andaikan waktu itu sang maut memanggil, alangkah ruginya sang anak yang lahir dengan sebuah penyesalan “Kenapa tak kau berikan kesempatan buatku untuk menghapus keringatmu ibu, kenapa tak kau biarkan ku memanjakan dan membahagiakanmu ibu?”. Mungkin hanya akan air mata nan akan mengiringi kepergianmu dalam perjalanan suci. Namun Tuhan tak sia-sia, saat ini kita semua masi diberikan kesempatan untuk meniti kehidupan dengan belaian kasih sayang orang tua. Hangatnya cinta kasihnya segarkan jiwa nan gersang dalam alam fatamorgana, sentuhan jiwanya bangkitkan semangat juang dalam diri.

Mungkin kita tidak pernah menyadari betapa pengorbanan orang tua tiada bertepi, kasih sayang yang tiada batas, air mata yang tak pernah kering serta harapan yang tiada akan pudar. Ingatlah ketika mereka terjaga dalam malam buta, sekilas ingatan tercurah kepada sang buah hati belahan jantung. Terucap do’a dan harapan pada yang kuasa “Tuhanku… andai boleh aku memohon , jauhkan ia dari segala rintangan, tuntun ia kejalan yang engkau ridhai, seandainya di suatu saat air mata mengiring perjlanan langkahnya, keringkanlah dengan kelembutan kasih sayang-Mu, jangan biarkan dia berputus asa dalam hidupnya, sadarkan ia bahwa masa nan panjang harus ia lalui dengan semangat keridhaan-Mu. Dan jika dalam hidupnya ada kebahagian, sadarkan lah ia bahwa itu tidak selamanya abadi dan jangan timbulkan kesombongan dalam jiwanya”.

Mengurai tentang ibu seperti tidak akan ada habisnya. Namun bagi ku, pahlawan sejati yang rela mengorbankan segalanya hanya demi diri ku adalah ibu. Bagi ku, sahabat terdekat yang selalu ada untuk ku dikalah hati sedang berembun adalah ibu. 
Guru terbaik yang memberikan pelajaran kepada ku  tentang bagaimana menjalani hidup adalah ibu. Bagi ku dokter yang terhebat yang penuh dengan kasih sayang dalam merawat ku dikalah aku sakit tak berdaya adalah Ibu. Beliau memang segalahnya, segalah peran yang beliau mainkan terasa pas dan berarti bagiku.

Kita ada dan lahir ke dunia adalah karnanya, atas berkat jasanyalah kita tumbuh dan sehat, karena pengorbanannya kita bisa bertahan hidup. Tak ternilai berapa banyak kasih sayang yang telah Ia berikan tak akan pernah ternilai harganya, tak akan terhitung seberapa banyak ia berkorban demi kita. Harapanya adalah anaknya dimasa depan akan memiliki kehidupan yang cerah dimana tempat beliau bergantung. Dia pasti berfikir bahwa kita adalah orang yang akan melanjutkan cita-citanya yang masih belum tercapai. Dan dia menganggap sumber kebanggaan dari hari tuanya nanti adalah kita. Tapi sejauh manahkah harapan, pikiran anggapan ibu yang kita wujudkan?. Terkadang kita lupa dan bahkan melupan desiran-desiran asa orang tua, amanat yang dipikulkan kepundak kita seakan tidak menjadi sebuah misi yang harus cepat dilakukan, kita lalai, kita lupa bahkan kita telah menghianati cinta dan kasih sayang orang tua. 

Terimakasih Ibu, terima kasih yang teramat dalam atas segalah yang telah engkau lakukan. Tak dapat daku balas seutuhnya, perjuanganpun masi sangat jauh dari apa yang kau cita-citakan, hanya setidaknya harapan kami semoga engkau bisa merasai pengabdian kami untuk merawatmu dan membuatmu bahagia saat melewati massa tua nanti.  

Ibu, dialah sangk pelipurlarah dimana kalah hati sedang berembun.

Selamat Hari Ibu...

0 Response to "“LEBIH DEKAT BERSAMA IBU”"

Post a Comment