Kabar Dari Laut, Sebuah Cerpen KRI Nanggala

 

Tanyakan kepada pasir dan air di laut Utara Bali, yang menjadi saksi bisu atas insiden yang telah menggores catatan merah betapa rapuhnya angkatan perang Bangsa ini. Deru ombaknya memberi pesan dan cerita tentang nasib tragis yang menimpah 53 personil TNI angkatan laut yang kini telah abadi berpatroli. 

Keluarga Korban KRI Nanggalang saat penaburan Bunga.


***

Astri masi terus menunggu kabar dari laut. Kabar yang akan membuat dirinya tersenyum manis atau malah sebaliknya. Kabar yang akan membuat denyut jantungnya teratur seperti semula. Kabar yang membukakan pintu dengan setitik cahaya terang segera datang menghampirinya kembali. Kabar yang entah pahit atau manis, ia tidak peduli. Yang diharapkannya hanya satu, kepastian. Apapun itu.

Astri bukan perempuan biasa yang bisa larut dalam satu masalah. Ia harus tegar. Ia harus kuat. Dalam dirinya seolah tak ada kata menyerah. Sejak ia sadar menjadi wanita yang sesungguhan. Sejak kelahiran anak pertamanya, Tuhan seperti menjatuhkan kekuatan tiada tara lewat kewajibannya yang bertamba, sebagai seorang istri, juga sebagai ibu.

Astri tetap seorang perempuan. Seorang istri juga seorang ibu. Setiap kali Aska, lelaki kecil yang mewarisi seluruh ketampanan suaminya, bertanya kapan ayahnya pulang, air matanya merembes di pipi. Ia benar-benar menangis, walau itu tak pernah dilakukan sebelumnya. Semangatnya merapuh, jiwanya melemah. 

"Bu, kapan Ayah pulang? Katanya Ayah pergi hanya sebentar, kenapa belum pulang juga?"

Astri terdiam. Ditatapnya mata anak lelakinya yang masi berumur hitungan jari itu. Tapi Astri paham, sebagai seorang ibu ia wajib menenangkan anaknya. Dengan pelan diberinya Aska penjelasan bahwa segalanya harus diserahkan pada Tuhan. Kerana Astri ingin sejak kecil Aska harus belajar menerima kenyataan seburuk apapun. Ia harus menjadi kuat, tabah. Lebih kuat dari dirinya bahkan melebihi ayahnya. 

"Nak, ini mingkin suda kehendai Tuhan. Kita harus pasrah. Ayah pergi dengan niat tulus, mengabdi untuk bangsa, bekerja untuk menghidupi kita. Jadi apapun itu kalau Tuhan memang berkehendak Ayah selamat, ia pasti akan pulang."

"Apa Tuhan menyayangi kita? Jika benar kenapa Ayah belum pulang?"

"Nak, tidak boleh bicara seperti itu. Kamu anak laki-laki tidak boleh menangis. Ayah tidak pernah mengajarkan kamu menjadi anak cengeng, bukan?" 

Astri memeluk lelaki mungilnya. Aksa terisak. Ia tahu dengan berkata seperti itu telah melukai hati anaknya. Namun harus dilakukannya karena ia tidak ingin memberikan mimpi-mimpi kosong pada Aska. Ia tidak ingin Aska berharap terlalu banyak karena kenyataaan boleh jadi tak akan sebaik yang diperkirakan. 

Astri terkenang masa dimana kebahagiannya masih lengkap. Ada Aska, lelaki kecilnya yang mulai lincah bermain. Ada Imam, suami yang sangat dicintainya sampai ia rela menyerahkan seluruh hidup padanya. Juga dirinya, seorang istri yang baru saja merasa menerima anugerah paling berharga dalam hidupnya. Sebuah keluarga kecil yang diimpikannya sejak dahulu.

Imam adalah perwirah yang mengabdi menjaga keutuhan NKRI di lautan. Laut suda seperti istri kedua baginya. Ia benar-benar suka pada laut. Pada gemuruh ombak yang berkejaran kemudian memukul karang. Riuh gelombang yang senantiasa nyaring di telinga. Juga burung-burung kecil berterbangan di dermaga. Imam menemukan kebahagian di laut, juga cinta pada bangsanya. Dan uang untuk menghidupi keluarga. Demi bangsa, Astri, juga Askha ia tidak pernah peduli pada bahaya. Keinginannya sederhana, Tanah tumpah darahnya aman dari gangguan, juga bertanggung jawab pada keluarga.

Imam paham betul resiko dari pekerjaannya, namun ia menampiknya. Rasa patriot dan kecintaanya pada keluarga telah mengukuhkan kepercayaannya pada laut. Laut yang akan memberikan kedamaian yang tidak bisa didapatkannya di tempat lain. Ombak, wangi garam, ikan-ikan kecil, butiran pasir, karang, kawan seperjuangan, semuanya menyimpan mimpi-mimpi. Apalagi dapat mengarungi lautan lepas, berlayar dari pulau ke pulau, menjaga keamanan dengan senyap adalah kebahagiaan terbesarnya. Ia merasa menjadi lelaki yang paling kuat dan paling tangguh sedunia.

Ketika libur, Imam akan mengajak keluarganya pergi ke laut. Acara piknik sederhana yang begitu berarti bagi mereka. Saat aroma pagi belum habis, asin laut masi segar, mereka bisa tertawa lepas sepuasnya. Bergembira sepanjang hari. Askha, akan sibuk berlarian ke sana ke mari. Atau berdiri memandang ke kejauhan laut yang membentuk garis lurus di tepinya, kemudian mendadak berteriak ketika ada kapal yang muncul meskipun masih sangat kecil kelihatannya. Menyerupai titik yang berjalan. Atau merengek minta disewakan alat untuk memancing meski pada akhirnya tak ada satu pun ikan yang di dapatkanya. Mereka menikmati suasana itu. 

Dan giliran senja tiba, Aska yang mulai kelelahan rebah di pangkuan Astri. Imam duduk memeluk dengan hangat di sampingnya. Mereka bercakap tentang banyak hal. Bagaimana ketika Aska besar nanti, kuliah dimana, harus menjadi apa, dan hidup seperti apa. Perdebatan ringan itu makin asyik ketika Aska mulai bisa mejawab dengan lugu bahwa dirinya ingin menjadi perwirah yang gagah berani yang mejaga kedamaian dan keutuhan bangsa di lautan seperti ayahnya.

Mereka tertawa sambil memandang cahaya kekuningan yang perlahan menghitam karena gelap. Kapal-kapal telah berlabuh, kecipak ombak masi gaduh, camar laut mulai kembali ke sarang. Langit yang segera berubah gelap itu masih menyisakan kebahagian luar biasa bagi mereka. Dan akan selalu menjadi mimpi-mimpi indah dalam tidur. 

Penaburan bunga korban KRI Nanggalang 402


***

Kini adakah Astri harus tetap meyimpan kecintaannya pada laut? Haruskah ia memuja laut setelah menyaksikan berita di televisi dan juga media sosial bahwa laut membawa bencana bagi manusia. Adakah laut kembali membawa kedamaian seperti dulu setelah satu hiu kencana yang dipuja, dipercaya memiliki teknologi tinggi tersedot di kedalaman dan menyisahkan puing-puing sampah yang tak memilikih nilai.

Di pagi yang damai, asin laut begitu terasa, udara begitu sejuk, laut tiba-tiba berubah. Ombak mendadak keruh. Menenggelamkan kapal canggih buatan Zerman itu. 53 orang personilnya ikut hanyut ke kedalaman bergelimangan tak tentu dan akhirnya beroperasi dalam sunyi untuk selamanya. Mereka menangis, memanjatkan doa dengan tergesa memohon ampunan. Namun adakah di saat seperti itu kekuatan tersisa dari doa untuk laut yang telah berubah?

Astri terhenyak ketika sadar kalau suaminya menjadi salah satu dari 53 personil KRI Nanggala 402 yang dijadwalkan akan mengikuti sesi latihan di Laut Utara Bali. Astri menangis, ia tak percaya bahwa laut yang memberinya segudang kebahagiaan membawa akhir seperti ini. Ia belum siap untuk kehilangan sebesar ini. Ia masi menyimpan selusin mimpi untuk suaminya, keluarga kecil bahagianya. Ia masih ingin melihat Imam datang dengan senyum lebar dan membopongnya ke ranjang merajut dunia yang hanya dapat dipahami mereka berdua. Ia masih ingin melihat perdebatan suaminya dengan Aska yamg selalu berakhir dengan manis. Namun setelah ini, apa pantas Astri menyimpan mimpi-mimpi itu? Apakah salah bila sekarang menyimpan pedih mendalam pada angkatan perang dan laut?

***

Dua hari menunggu, pagi ini menjadi saksi kabar yang dinantikannya. Suaminya bersama para kru lainya tidak selamat. Astri tak kuat, semakin menjadi ketika rombongan pejabat di daerah itu tiba di rumahnya memberikan kabar dan ucapan belasungkawa. Ia menatap potret wajah suaminya yang gaga berwibawah terbalut dengan pakayan khas TNI di dinding rumah kecilnya. Ia menatapnya lamat-lamat. Melihat itu Astri terkenang akan laut. Laut yang keruh, laut yang telah berubah. 

"Bu, ibu masi ingat pernah berkata apa padaku?"

Aska mendekati ibunya. Astri menggeleng. 

"Ibu pernah bilang bahwa Aska harus kuat. Tidak boleh menangis. Semua harus diserahkan pada Tuhan. Ibu tidak ingin Aska ikut menangis bukan? Ayah pasti tidak akan senang melihat ibu bersedih. Lihat Bu, ayah sama sekali tidak bersedih. Ia tersenyum manis.." Aska menunjuk foto ayahnya. 

Astri kagum mendengar anaknya berbicara seperti itu. Ia seperti tak percaya inikah kebahagiaan baru yang dipersiapkan untuknya. Seorang lelaki kecil dengan ketegeran yang siap memahat waktu. Menempuh hari meski berbatu? 

Mereka berdua saling memandang. Kini Astri seolah menemukan gunung baru dalam hidupnya. Aska, lelaki kecil itu adalah masa depannya. Ia harus tegar, berjuang dan senantiasa berperang untuk hidup. Untuk hari esok, meski tak ada cahaya pasti di depan, meskipun sangat sulit. Astri harus bisa menjadi dua orang yang paling dibutuhkan Aska, ibu sekaligus juga seorang ayah. 

"Aska tetap ingin menjadi perwira, Bu. Aska tetap mau menjadi seperti ayah, menjaga kemanan di lautan, meski laut berubah, meski Ayah hilang disana..."


Note : Sepenggal tulisan ini hanya mencoba menggambarkan apa yanh dirasakan oleh keluarga korban tenggelamnya KRI Nanggala 402.

0 Response to "Kabar Dari Laut, Sebuah Cerpen KRI Nanggala"

Post a Comment