Garasi, Yang Muda di Era Millenial

Muhlisa Djamal entrepreneur muda (pemilik Garasi eat end Caffe

Di salah satu kedai kopi, di Butong Tengah, saya bertemu perempuan itu. Sepintas, perempuan ini terlihat biasa-biasa saja, tidak lebih dari perempuan lainya. Hanya saja dia adalah sesosok perempuan yang murah senyum, ia akan menyapa setiap tamu yang berkunjung dengan senyum terbaiknya. 

Ya, begitu juga yang dilakukannya ketika kali pertama saya berkunjung di kedai itu. Pada saya, salah satu teman berbisik, kalau perempuan itu pemilik kedai kopi yang sedang saya tandangi itu. Saya sedikit kagum, wanita semuda itu suda berpikir jauh, ia lebih memilih menjadi wirasuasta dengan membuka kedai yang selalu ramai oleh pengunjung.

Seperti pada tamu lainya, ia menyapa dan sedikit mengajak saya bercerita. Ya. Siapa yang tidak akan mengenalnya, setiap orang yang pernah berkunjung di kedai itu pasti akan mengenalnya, dan tidak sedikit dari mereka akan akrab dengannya.

Pada saya, ia mengenalkan namanya Icha, usiahnya 24 tahun, masi kategori muda namun suda mampu memenej usaha yang cukup diminati para pengunjung seperti Garasi eat end caffe. Dan selalu terlihat profesional pada tamu-tamunya.

Akhir-akhir ini saya agak sering di kedai teman itu, bahkan terkadang menghabiskan seperuh waktu dalam sehari selalu dikedai itu.

Sesaat bersama Icha Pemilik Eat end Caffe
Karena keseringan disana, akhirnya ada banyak hal yang saya ketahui tentang teman itu, mulai dari nama aslinya Mhulisa Djamal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan nama panggilannya. Ya. Suda menjadi lazim, bagi orang buton kebayakan nama asli dan nama panggilan sangat jauh berbeda bahkan tidak ada korelasinya sama sekali.

Pada saya, teman ini mengaku, kalau ia lulusan DIII Kebidan UMI Makassar dan ia lanjutkan S1 Bidang Pendindik di Universitas Nasional Jakarta Selatan. Lagi, sama sekali tidak ada korelasi dengan usaha yang sedang ia geluti itu.

Saat bermahasiswa sebagai seorang yang hobi jalan, banyak daerah yang ia kunjungi, mulai dari kota-kota besar hingga pedalaman. Tidak hanya kebiasan dan budaya yang ia resapi. Teman ini juga banyak menikmati jenis farian rasa kopi disetiap tempat yang ia kunjungi. 

Tidak puas hanya sebagai penikmat kopi, bermodal ilmu yang diturunkan dari orang tua sebaga pengusaha di Timika Papua dan hobinya sebagai penikmat kopi. Akhirnya teman ini benar-benar dekat dengan kopi, tidak puas hanya sebagai penikmat kopi, justru teman ini memutuskan menjadi penyaji kopi di garasi rumahnya. 

Rasa farian kopi suda membuat teman ini memilih untuk banting stir, mulai dari garasi samping rumah, pinda garasi lantai dua hingga merekrut beberapa orang karyawan.

Muhlisa Djamal dokumenter 2017

Sejak 2017 lalu teman ini mulai merintis karir sebagai penyaji kopi. Menjadi seorang penyaji kopi, teman ini benar-benar suda mensugestinya. Ia enggan menjadi tenaga pendidik kebidanan atau magang di salah satu puskesmas sebagai tenaga bidan seperti disiplin ilmunya. 

Tidak hanya itu, ketika orang-orang tengah disibukan mengurus berkas pendaftaran CPNS, ia justru terlihat biasa saja, seperti biasanya. Teman ini malah sibuk sebagai penyaji, melayani mereka para pendaftar CPNS yang memadati Garasi eat end caffe miliknya.

Bagi teman ini, lulus sebagai mahasiswa Akademik kebidanan hingga strata satu pendidik kebidanan merupakan capayan yang harus disyukuri. Tapi menjadi penyaji kopi baginya adalah hobi. Menurutnya, bekerja karena hobi itu lebih asyik. Tidak hanya membuat teman itu mandiri secara ekonomi, pilihannya sebagai penyaji kopi justru mengurangi beban negara dari pengangguran. 

Melihat semangat teman itu, saya teringat dengan ungkapan Jusuf Kalla saat membawa materi kuliah umum di salah satu Universitas. Menurut orang nomor dua di negeri ini, untuk ikut berkontribusi membela negara, para mahasiswa perlu digelorakan semangat berwirausaha. Dengan berwirausaha, kata dia, justru ketimpangan ekonomi yang ada dapat secara signifikan diatasi.
Muhlisa Djamal Entrepreneur Muda

Menjadi entrepreneur memang bukan pekerjaan yang mudah, butuh keberanian untuk menanggung resiko. Dengan semangat yang ia milikih dan keberaniannya telah membuat teman ini menjadi seorang entrepreneur yang baik dengan sistem yang baik, hingga brand Garasi aet end Caffe begitu dikenal di kalangan pecinta kopi di Buton Tengah.

Keberanian dan semangat dari teman ini, telah menunjukan satu hal, bahwa orientasi menjadi abdi negara tidak melulu harus menjadi pegawai negeri sipil. Dimana mainset kebanyakan perempuan sebayanya, menjadi pegawai negeri sipil merupakan impian utama dan tak jarang harus menunggu sampai berpuluh-puluh tahun. 

Teman ini telah menunjukan bagaimana mengambil peran di era kekinian, bermanufer melintasi disiplin ilmu. Menghadapi resiko sebagai seorang entrepreneur dengan inovasi. Menjadi seorang entrepreneur, tidak mesti dari mereka kalangan ekonom atau lulusan strata satu fakultas ekonomi. Cukup dengan inovasi, skill dan keberanian melintasi disiplin ilmu yang dimiliki.

Benar kata Yusran Darmawan. Dunia memang dinamis. Perkembangan serba cepat. Yang dibutuhkan adalah sikap open mind, berpikiran terbuka untuk menemukan celah-celah di mana kita bisa berperan. Kemampuan beradaptasi ini, kata Yusran Darmawan adalah mata rantai penting yang jarang diajarkan di kampus-kampus. 

Seperti kata Charles Darwin, yang bisa bertahan dan abadi bukan mereka yang paling kuat, melainkan mereka yang bisa beradaptasi dengan perubahan. Mereka yang bisa survivel. Dan teman ini, telah menunjukan itu.

Buton Tengah, 10 November 2018

0 Response to "Garasi, Yang Muda di Era Millenial"

Post a Comment