Film Pamali dan Masa Depan Danau Pasi Bungi

Cover Short Movie 'Pamali'Kisah Danau Pasi Bungi

Pamali bagi kebanyakan masyarakat Indonesia mengenalnya sebagai sesuatu yang tabu, tidak boleh dilanggar. Dalam bahasa Pancana Buton, khususnya masyarakat Mawasangka Timur dikenal dengan istilah 'Falia'. 

Falia dalam masyarakat Buton, memiliki tujuan agar kita hidup berhati-hati, waspada, saling menghormati, dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan waktu dan tempatnya. 

Sejak kecil hal itu dikenalkan oleh orang-orang tua bahkan hingga saat ini. Salah satunya di Danau Pasi Bungi, danau terluas di Provinsi Sulawesi Tenggara yang saat ini mulai dilirik sebagai salah satu objek wisata baru di Kabupaten Buton Tengah. 

Masyarakat percaya, disana terdapat beberapa titik lokasi yang sakral, ada beberapa larangan yang tidak boleh dilakukan ketika berada disana seperti mengambil atau menebang pohon, berbahasa kasar atau berbuat asusila yang bertentangan dengan norma-norma dari masyarakat. 

Percaya atau tidak, seiring berjalannya waktu kearifan lokal itu akan memudar seiring dijadikannya Danau Pasi Bungi sebagai objek wisata yang mulai dikunjungi banyak orang. Falia yang kita percayai disana tidak akan ada  lagi jika hal-hal itu tidak sedari awal kita antisipasi. 

Sebagai anak yang lahir dan tumbu di daerah itu, tentu sangat mendukung upaya pemerintah selama ini untuk menjadikan Danau Pasi Bungi sebagai Objek wisata baru di Buteng. Akan tetapi sebagai anak di daerah itu yang mengetahui kerifan lokal yang berlaku disana mempunyai tanggungjawab moril untuk menjaga agar tak tergilas oleh kebijakan pemerintah maupun adanya kebiasaan pengunjung yang Amoral. 

Selaian mempromosikan, atas dasar itulah Film 'Pamali', dalam bahasa setempat 'Falia', bersama kawan-kawan anak muda Buton Tengah khususnya di Desa tercinta, Desa Lasori menggarap film itu dengan peralatan yang apa adanya. 

Sekalipun dalam pelaksanaan, dan hasilnya masi terbilang sederhana. Tapi saya yakin, kita semua pun paham, soal karya bukan hanya soal jelek bagusnya, tapi soal seberapa nilai manfaat dari karya itu. Atau pesan apa yang hendak disampaikannya.

Saya yakin, pasti ada sebagian dari kita yang kurang sepaham adanya film pendek itu. Semisal apa yang diperkenalkan itu mitos, tahayul, atau bertentangan dengan keagamaan. Atau suda tidak relefan dengan kondisi kekinian. 

Terlepas dari mitos-mitos yang ada, sebagian besar yang disebut 'Falia' (Pamali) sebenarnya  bisa dijelaskan dengan logika dan bermaksud baik, sehingga kita bisa belajar darinya bahwa hukum sebab akibat itu ada, dan bukan hanya sekedar mitos. 

Sebagaimana karakter Roy dalam film Pamali sendiri. Disini Roy karakternya bandel, keras kepala, suka bercanda yang berlebihan. Kalau dalam bahasa Buton kekinian, si Roy ini orangnya kajili-jili. Karena sikapnya itu juga dalam film itu, Roy mengalami insiden yang tidak pernah ia duga. 

Itulah pesan dari film Pamali, mengingatkan pengunjung yang karakternya serupa si Roy dalam film itu. Agar ketika berkunjung disana bisa menahan diri. Lebih jauh lagi, sebagaimana pesan dari si Sultan, 'tidak di semua tempat kita bisa berlaku sama. Percaya atau tidak percaya kita harus tetap menghargai keyakinan dan kepercayaan masyarakat setempat'. Sebagaimana pepata, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. 

Begitu juga yang di 'Faliakan' atau di Pamalikan di Danau Pasi Bungi saat ini. Kalau hal itu tidak ada, saya yakin, pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dan hewan-hewan endemik yang sejak lama hidup dan berkembang biak disana tak akan kita jumpai lagi saat ini. Lantas apa yang akan kita jual atau kita nikmati dari Danau Pasi Bungi jika itu tak ada lagi? 

Untuk menjaga ke eksotisan, kearifan lokal, dan keindahan Danau Pasi Bungi adalah tugas kita semua, baik pemerintah, pengunjung, dan terlebih lagi kita sebagai masyarakat lokal di daerah itu. 

Satu hal yang paling saya syukuri selama penggarapan film ini, yakni semangat dan kemauan kawan-kawan kru yang tulus. Jika selama ini berbicara perihal promosi, maka kita akan selalu mendengar budget yang berbunyi jutaan. Anda tahu? Dalam perilisan film ini kami hanya menguras biaya senilai Rp130 ribu, cukup biaya konsumsi selama satu hari satu malam. Selebihnya, peralatan yang kami gunakan yakni barang yang biasa kami pegangi sehari-hari.

Perihal karya, kami yakin, tidak melulu bicara soal uang. Modal utama adalah keberanian, kemauan dan ketulusan. Karena kami percaya, "tidak mesti hebat saat memulai, tapi kita mesti memulai untuk menjadi hebat".

Ketika suda mencobanya, maka hanya akan ada dua pilihan. Memilih untuk tetap lanjut, atau berhenti. Dan kami memilih opsi pertama, untuk tetap lanjut. Sowh, nantikan karya-karya selanjutnya dari "Warga Bumi Official. 

Berikut Video Film pendek, Pamali :

0 Response to "Film Pamali dan Masa Depan Danau Pasi Bungi"

Post a Comment