Tersisih di Tengah Pembangunan Desa

Aktivitas Nelayan: Foto By Amrin Lamena
NELAYAN, mereka yang setiap harinya menghabiskan waktunya berkencimbuh dan hidup dengan memanfaatkan potensi laut yang di jadikan sebagai mata pencaharian kelompok masyarakat ini.

Abdi mereka turut menyuplai gizi untuk para pengabdi, generasi dan pemangku kuasa, mereka korbankan jiwa raganya terombang ambing di tengah lautan tanpa kepastian. Anak istri setiap harinya menunggu cemas di rumah ketika telat pulang. Curahan keringat mereka kini berbuah manis, mereka cerdaskan orang-orang dengan hasil tangkapannya, mereka berikan gizi dengan hasil tangkapannya. Tak ada Lima sehat enam sempurna, tanpa hasil tangkapan mereka. Mereka melaut bukan hanya sekedar mencari nafka. Mereka melaut, itu lah bentuk pengabdian.

Indonesia, Lautannya yang luas dan ikannya yang berlimpah. Tapi bagaimana dengan nasib para Nelayan, para pejuang penyuplai ikan yangg berpeluh dengan gelombang, mereka yang setiap hari berada di bawah terik matahari dan hujan mengarungi lautan tanpa kepastian. Sudah sejahtera kha mereka? Apakah suara-suara kecil mereka kerap terdengar di berbagai pemberitaan ? Apa kah kita pernah memaknai perjuangan mereka ?. Mungkin pernah, setelah perut-perut kita kenyang.
Nelayan Masyarakat Puma; Foto By Amrin Lamena

Nampak pembangunan masuk ke daerah-daerah ke desa-desa terpencil sekalipun, dengan berbagai tujuan. Beton-beton tebal berdiri tinggi selangkangan terlihat di pesisir-pesisir pantai, mewarnai pembangunan desa. Dengan tujuan pembangunan dan pencegahan mitigasi bencana meski kadang tanpa konsep perencanaan yang matang, tanpa pertimbangan efektifitas yang akan ditimbulkan dikemudian hari.

Beton-beton tebal itu benar-benar berdiri tegak dengan anggaran yang berfariasi, dari ratusan juta sampai milyaran. sumbernya pun berfariasi, mulai APBD sampai  APBN. Dengan berbagai alibi mengatas namakan Masyarakat, menyamatkannya dalam kebutuhan  skala prioritas masyarat, sebagai pemecah ombak yang telah menghantui masyrakat. Untuk membuka ruang-ruang publik yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Yang tidak jarang hanya usulan-usulan kosong  yang di cantumkan dalam dokumen-dokumen formal yang tebal berisi nominal-nominal mata uang, yang tidak terlepas dari tangan-tangan pengusaha kapitalis untuk menambah pundi-pundi pendapatan.

Ditengah gencar-gencarnya  pembangunan infrastruktur di daerah, yang berimpas kedesa-desa. Nampaknya taluk, dan pembukaan ruang-ruang publik baru dengan yang namanya reklamasi, sudah menjadi kebutuhan untuk mendandani daerah.  Memang demburan ombak itu pecah, tapi sering kali taluk-taluk yang diharapkan agar dapat menghindari dari yang namanya abrasi (Pengkikisan tanah oleh air) di pantai karenakan perencanaan yang tidak matang dan pembangunan serampangan akibatnya justru membantu pengeksploitan pasir-pasir dipinggir pantai secara cepat. 
Nelayan Tengah Beranjak Pulang; Foto By Amrin Lamena

Kemajuan daerah kini sering kali ditandai dengan terbukanya ruang-ruang publik seperti taman berfariasi membentuk wajah kota. Pembangunan ruang-ruang seperti ini paling sering kita temukan berada di pesisir pantai, dengan reklasmasi. Ya Reklamasi yang sesungguhnya bertujuan sebagai pengalihan lahan yang sudah tidak produktif.

Pembangunan dengan metode seperti ini, taluk, reklamsi dengan sangat cepat membentuk wajah daerah. Namun kita sering lupa, ada sekelompok orang disana yang termarjinalkan (terpinggirkan). Sekelompok orang dengan ciri khasnya yang unik, kebiasan-kebiasaan yang telah lama membentuk wajah desa. Mereka adalah nelayan, mereka yang tereksploitasi atas nama pembangunan dan kemajuan. Atas nama pembangunan dan kamajuan yang telah mempersempit lahan-lahan pencaharian mereka.  Mempersulit akses-akses mereka. Telah mengurai aktivitas-aktivitas mereka yang sejak lama membentuk wajah desa di pesisir selama ini.


Baubau, 26 Oktober 2017

0 Response to "Tersisih di Tengah Pembangunan Desa"

Post a Comment