Foto : gambar Sketsa gadis berambut panjang |
Di rumah kopi kita, seperti kedai kopi lainya di penuhi aktivitas manusia yang menghabiskan waktu luangya untuk sekedar bertemu kawan, patner kerja atau sekedar refresing bercerita membahas pekerjaan atau hanya sekedar bernolstalgia sembari menikmati suguhan khas rumah kopi kita. Ya sumringan, tegang, menopang dagu, atau sibuk menabur senyum di depan layar henpont, mungkin itu hanya sebagian kecil menggambarkan ekspresi wajah-wajah yang terpampang jika berada di kedai kopi.
Meja 28, kami memilih meja yang sedikit berada di pojok dekat colokan listrik untuk mencas leptop biar kerjaan lancar, dari meja 28 terlihat di meja 25 yang posisinya agak ketengah seorang penulis dan peniliti lepas sering menyebut dirinya seperti itu dalam setiap tulisannya, ia menyebut dirinya dengan sebutan itu (peneliti bebas). Ya Yusran Darmawan salah seorang penulis yang saya kagumi dengan ciri khasnya yang santai simpel tetapi ia seperti gudang ilmu yang tak pernah kehilangan imajinasi, mungkin karna sepak terjang dan penglaman beliu yang hampir tiap pelosok di negeri ini pernah ia kunjungi belum lagi ia adalah Magister lulusan salah satu Universitas di kota New Yourk Amerika yang sudah pastih telah banyak mengkonsumsi buku-buku bacaan yang memperkaya ilmu khazananya.
Meja 28, kami memilih meja yang sedikit berada di pojok dekat colokan listrik untuk mencas leptop biar kerjaan lancar, dari meja 28 terlihat di meja 25 yang posisinya agak ketengah seorang penulis dan peniliti lepas sering menyebut dirinya seperti itu dalam setiap tulisannya, ia menyebut dirinya dengan sebutan itu (peneliti bebas). Ya Yusran Darmawan salah seorang penulis yang saya kagumi dengan ciri khasnya yang santai simpel tetapi ia seperti gudang ilmu yang tak pernah kehilangan imajinasi, mungkin karna sepak terjang dan penglaman beliu yang hampir tiap pelosok di negeri ini pernah ia kunjungi belum lagi ia adalah Magister lulusan salah satu Universitas di kota New Yourk Amerika yang sudah pastih telah banyak mengkonsumsi buku-buku bacaan yang memperkaya ilmu khazananya.
Masi menyorot di meja dua lima, dengan senyumnya yang khas kak Yusran dari kejauhan menyapa kami. Hallo sapanya ! kemudian ia melanjutkan cerita bersama dua orang teman wanitanya, di selah-selah itu sembari menyeruput si kopi hitam sesekali pandangan saya mengarah di sekeliling memperhatikan sekitar saya, wajar ya ini pertama kali saya berkunjung di rumah kopi kita yang menurut saya cukup ramai, di setiap sudut ruangan dan halaman depan dipenuhi pengunjung. Dari satu sudut, saya coba menyelami namun hanya berdiam diri menemani senior saya yang tengah berusaha menyelesaikan desain gambar yang di buatnya. Dari meja dua lima serasa serotan mata sesekali memandangiku, bukan pede sesekali kedipan mata wanita itu selalu mengarah di meja kami. Pikirku mungkin ia heran dengan penampilanku yang agak beda dengan pengunjung lainya, ya maklum lah rambut saya agak gonrong dan sedikit keriting, kata teman-teman saya.
Di tengah perbincangan salah satu rekan wanita kak yusran meminta pamit dan meninggalkan meja dua lima. Namun masi ada seorang wanita di sana yang coba mengajaknya berdiskusi, sesekali wanita itu memandang ke arah meja kami, entah siapa yang ia pandangi. Kak yusran yang sedikit kebosanan dengan ocehan wanita itu (fikirku) ia coba memanggil kami untuk duduk bersama mereka. Saya yang mempunyai tipikal tidak menolak ajakan senior segera saya menghampiri mereka yang tengah berdiskusi, luar biasa perbincangan mereka sehingga saya pun turut ambil bagian dalam diskusi kecil itu, apa lagi perbincangan itu seputaran pemberdayaan yang tak lepas dari ilmu-ilmu yang saya dapatkan di kampus.
Saya yang duduk bersampingan dengan kak yusran dan berhadapan dengan wanita yang kupikir ia adalah sahabat atau teman karir atau mungkin teman lama dari kak yusran, ia fasi memainkan kata dan pandai berargumen yang sempat membuat saya minder. Pikirku wanita ini pasti luar biasa selain lawan bicaranya seorang penulis yang saya kagumi karna wawasan dan keilmuannya begitu luas, ya itu lah presepsi saya terhadap kak yusran darmawan. Wanita ini pun memakai pakayan resmi ala pegawai kantoran dan wajahnya yang diselimuti rambut yang panjang dan berkilau lurus menambah keyakinan saya bahwa gadis ini pegawai kantor atau mungkin seorang akademisi seperti halnya kak Yusran.
Selayaknya teman diskusi, saya sangat berhati-hati dalam mengelurkan pedapat apalagi di situ ada seorang Yusran yang dimana wawasan keilmuanya jauh di atas saya yang baru belajar, membuat saya sesekali menahan diri dan berpikir kembali kalau-kalau sampai saya salah dalam bertutur. Di tengah perbincangan kak yusran meminta pamit sebentar untuk menyelesaikan urusannya. Di meja dua lima tinggal saya dengan gadis itu yang tepat duduk dihadapan saya, sesekali gadis itu mengayunkan rambutnya yang panjang lalu menyisirnya dengan jari tangannya.
Kami lanjutkan berbincangan. Masi seputaran pembahasan yang sama, gadis itu berusaha mendominasi jalannya diskusi sesekali suaranya ia lontarkan dengan nada yang lantang dan mengeras yang mulai membuat saya tersenyum malu, hawatir kalau-kalau suara gadis itu merembet terdengar oleh pengunjung lainya di kedai itu.
Menyadari hal itu gadis itu mulai mengecilkan suaranya dan menanyai ku seputaran kampus dan asal, megetahuai saya kuliah di Fakultas perikanan dan berasal dari daerah pesisir buton tengah lalu ia memberi saya saran "kenapa tidak membudidayakan teripang saja di sana saya kira teripang sangat mahal" ujar gadis itu, lalu saya tersenyum dan menjawab pertanyaan gadis itu "mungkin belum waktunya saja" Lalu serentak gadis itu memotong pembicaraan "Nah kalau bukan memulai sekarang kapan coba" menanggapi itu saya hanya tersenyum dan berusaha untuk tidak menggubrisnya karna pikirku tidak mungkin memulai usaha seperti itu sedangan saya masi disibukan dengan proses perkuliahan apalagi tempat saya kuliah tidak satu wilayah dengan kampung asal saya.
Dia terus mendominasi perbincangan, namun semakin ia bertutur rasa-rasanya saya mulai kegerangan menghadapi wanita itu. Bukan tak mampu meladeninya atau pun kehabisan gagasan untuk menbantah ocehannya. Tutur kata gadis berambut panjang itu mulai merembet kemana-mana tak karuan, sesekali ia bertutur layaknya seorang sales yang lagi menawarkan barang dagangannya sementara tak satupun barang yang ia pegangi terkecuali henphonnya. Wanita ini semakin membuat saya geram ketia ia mulai memberitahu saya, "saya biasa juga kalau di ajakin pergi karaoke" ucap gadis itu sambil menyisir rambutnya yang menambah kebingungan saya. Siapa sebenarnya gadis ini ? tanyaku dalam hati.
Saya hanya membalasnya dengan senyum dan sedikit gelisa, gadis itu semakin terbuka ucapannya seketika ia lontarkan "rumah saya terbuka dua puluh empat jam katannya, di sana kita bisa bobo-bobo bareng tapi bukan bobo manis ya". Pernyataan gadis itu menggelitik sekujur tubuh saya yang hampir membuat saya tertawa lepas, namun sadar tengah berada di depan orang banyak, menahan saya untuk enggan tertawa. "Atau bisa juga saya temani ke hotel, yang pasti kita mengerti lah tidak ada yang geratis, semua pake uang belum saya harus masuk salon luluran merawat kulit saya, krimbas" tambah wanita itu dengan nada yang mengayun.
Hanya terdiam, ya hanya itu yang bisa saya lakukan dengan sedikit senyum untuk menjaga perasaan si gadis itu. Menyadari hal itu, tawaran dan ajakannya tak di gubris tidak lama ia berpamitan untuk meninggalkan meja 25, ketika ia berdiri mengambil selembar kertas dan menulis sesuatu di sana lalu ia menarunya tetap di hadapan saya "Ini nomor telpon saya mungkin sewaktu-waktu anda butuh saya selakan hubungi saja nomor ini" lalu ia meninggalkan meja itu.
Wati, gadis berambut panjang terurai itu ternyata adalah gadis yang biasa nongrong di kedai kopi kita yang hanya sekedar menunggu pengunjung lelaki yang datang sendirian untuk didekatinnya lalu menawarkan jasanya untuk menyenangkan hasrat klayennya yang mau menggunakan jasanya.
Kendari kota beriman. Wati mungkin hanyalah salah satu cerita wanita dari banyaknya wanita yang berprofesi seperti dia di kota ini, yang tiap saatnya menawarkan diri untuk memuaskan hasrat para lelaki belang demi mendapatkan lembaran uang untuk membiyayai kehidupannya. Kota Kendari ibu kota Provinsi Sulawesi tenggara yang terkenal dengan sebutan kota beriman.
Nampaknya saya setuju dengan sebutan untuk Ibu kota Provinsi SULTRA tersebut. Ya kota beriman, mungkin itu adalah ciri kota kendari yang menandakan ke imanan masyarakatnya yang taat terhadap Sang Pencipta. Ya nampaknya harus beriman kalau kita berada di kota ini, belum lagi tempat-tempat hiburan malam yang menawarkan wanita berparas cantik dan seksi, hampir ada di setiap sudut kota seperti jamur yang tumbuh di musim hujan.
Di tengah perbincangan salah satu rekan wanita kak yusran meminta pamit dan meninggalkan meja dua lima. Namun masi ada seorang wanita di sana yang coba mengajaknya berdiskusi, sesekali wanita itu memandang ke arah meja kami, entah siapa yang ia pandangi. Kak yusran yang sedikit kebosanan dengan ocehan wanita itu (fikirku) ia coba memanggil kami untuk duduk bersama mereka. Saya yang mempunyai tipikal tidak menolak ajakan senior segera saya menghampiri mereka yang tengah berdiskusi, luar biasa perbincangan mereka sehingga saya pun turut ambil bagian dalam diskusi kecil itu, apa lagi perbincangan itu seputaran pemberdayaan yang tak lepas dari ilmu-ilmu yang saya dapatkan di kampus.
Saya yang duduk bersampingan dengan kak yusran dan berhadapan dengan wanita yang kupikir ia adalah sahabat atau teman karir atau mungkin teman lama dari kak yusran, ia fasi memainkan kata dan pandai berargumen yang sempat membuat saya minder. Pikirku wanita ini pasti luar biasa selain lawan bicaranya seorang penulis yang saya kagumi karna wawasan dan keilmuannya begitu luas, ya itu lah presepsi saya terhadap kak yusran darmawan. Wanita ini pun memakai pakayan resmi ala pegawai kantoran dan wajahnya yang diselimuti rambut yang panjang dan berkilau lurus menambah keyakinan saya bahwa gadis ini pegawai kantor atau mungkin seorang akademisi seperti halnya kak Yusran.
Selayaknya teman diskusi, saya sangat berhati-hati dalam mengelurkan pedapat apalagi di situ ada seorang Yusran yang dimana wawasan keilmuanya jauh di atas saya yang baru belajar, membuat saya sesekali menahan diri dan berpikir kembali kalau-kalau sampai saya salah dalam bertutur. Di tengah perbincangan kak yusran meminta pamit sebentar untuk menyelesaikan urusannya. Di meja dua lima tinggal saya dengan gadis itu yang tepat duduk dihadapan saya, sesekali gadis itu mengayunkan rambutnya yang panjang lalu menyisirnya dengan jari tangannya.
Kami lanjutkan berbincangan. Masi seputaran pembahasan yang sama, gadis itu berusaha mendominasi jalannya diskusi sesekali suaranya ia lontarkan dengan nada yang lantang dan mengeras yang mulai membuat saya tersenyum malu, hawatir kalau-kalau suara gadis itu merembet terdengar oleh pengunjung lainya di kedai itu.
Menyadari hal itu gadis itu mulai mengecilkan suaranya dan menanyai ku seputaran kampus dan asal, megetahuai saya kuliah di Fakultas perikanan dan berasal dari daerah pesisir buton tengah lalu ia memberi saya saran "kenapa tidak membudidayakan teripang saja di sana saya kira teripang sangat mahal" ujar gadis itu, lalu saya tersenyum dan menjawab pertanyaan gadis itu "mungkin belum waktunya saja" Lalu serentak gadis itu memotong pembicaraan "Nah kalau bukan memulai sekarang kapan coba" menanggapi itu saya hanya tersenyum dan berusaha untuk tidak menggubrisnya karna pikirku tidak mungkin memulai usaha seperti itu sedangan saya masi disibukan dengan proses perkuliahan apalagi tempat saya kuliah tidak satu wilayah dengan kampung asal saya.
Dia terus mendominasi perbincangan, namun semakin ia bertutur rasa-rasanya saya mulai kegerangan menghadapi wanita itu. Bukan tak mampu meladeninya atau pun kehabisan gagasan untuk menbantah ocehannya. Tutur kata gadis berambut panjang itu mulai merembet kemana-mana tak karuan, sesekali ia bertutur layaknya seorang sales yang lagi menawarkan barang dagangannya sementara tak satupun barang yang ia pegangi terkecuali henphonnya. Wanita ini semakin membuat saya geram ketia ia mulai memberitahu saya, "saya biasa juga kalau di ajakin pergi karaoke" ucap gadis itu sambil menyisir rambutnya yang menambah kebingungan saya. Siapa sebenarnya gadis ini ? tanyaku dalam hati.
Saya hanya membalasnya dengan senyum dan sedikit gelisa, gadis itu semakin terbuka ucapannya seketika ia lontarkan "rumah saya terbuka dua puluh empat jam katannya, di sana kita bisa bobo-bobo bareng tapi bukan bobo manis ya". Pernyataan gadis itu menggelitik sekujur tubuh saya yang hampir membuat saya tertawa lepas, namun sadar tengah berada di depan orang banyak, menahan saya untuk enggan tertawa. "Atau bisa juga saya temani ke hotel, yang pasti kita mengerti lah tidak ada yang geratis, semua pake uang belum saya harus masuk salon luluran merawat kulit saya, krimbas" tambah wanita itu dengan nada yang mengayun.
Hanya terdiam, ya hanya itu yang bisa saya lakukan dengan sedikit senyum untuk menjaga perasaan si gadis itu. Menyadari hal itu, tawaran dan ajakannya tak di gubris tidak lama ia berpamitan untuk meninggalkan meja 25, ketika ia berdiri mengambil selembar kertas dan menulis sesuatu di sana lalu ia menarunya tetap di hadapan saya "Ini nomor telpon saya mungkin sewaktu-waktu anda butuh saya selakan hubungi saja nomor ini" lalu ia meninggalkan meja itu.
Wati, gadis berambut panjang terurai itu ternyata adalah gadis yang biasa nongrong di kedai kopi kita yang hanya sekedar menunggu pengunjung lelaki yang datang sendirian untuk didekatinnya lalu menawarkan jasanya untuk menyenangkan hasrat klayennya yang mau menggunakan jasanya.
Kendari kota beriman. Wati mungkin hanyalah salah satu cerita wanita dari banyaknya wanita yang berprofesi seperti dia di kota ini, yang tiap saatnya menawarkan diri untuk memuaskan hasrat para lelaki belang demi mendapatkan lembaran uang untuk membiyayai kehidupannya. Kota Kendari ibu kota Provinsi Sulawesi tenggara yang terkenal dengan sebutan kota beriman.
Nampaknya saya setuju dengan sebutan untuk Ibu kota Provinsi SULTRA tersebut. Ya kota beriman, mungkin itu adalah ciri kota kendari yang menandakan ke imanan masyarakatnya yang taat terhadap Sang Pencipta. Ya nampaknya harus beriman kalau kita berada di kota ini, belum lagi tempat-tempat hiburan malam yang menawarkan wanita berparas cantik dan seksi, hampir ada di setiap sudut kota seperti jamur yang tumbuh di musim hujan.
Kendari, 17 April 2017
0 Response to "Kendari, Si Rambut Panjang di Rumah Kopi Kita"
Post a Comment