Kisah Pilu Seorang Ayah Yang Mengharapkan Kesembuhan Anaknya

Saat berada di kediaman pak Suroso.
Orang tua mana yang tak risau hatinya melihat buah hatinya terlentang lagi tak berdaya di atas kasur, sementara ekonomi  keluarga tak lagi baik-baik saja.

Begitulah yang dirasakan seorang lelaki paru baya bernama Suroso. Salah seorang warga yang menetap di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu Kabupaten Buton Tengah, yang saya kenal lewat media sosial Facebook beberapa waktu lalu.



Beberapa bulan lalu, ayah dari empat orang anak ini meminta pertemanan di FB, saya tidak mengonfirmasi permintaannya karena kuota pertemanan saya yang suda penuh. Tak mau menyerah, berselang beberapa hari, messenger saya kemasukan pesan, chat dari abang itu.

“Bro bisa saya minta pendapatnya masalah operasi anak saya ka?” tanyanya dalam chat itu.

Saya kebingungan, “siapa pula orang ini di pagi-pagi buta suda menginbox minta pendapat. Apa pula yang saya ketahui tentang operasi,” gumamku dalam hati.

Pesan itu saya abaikan, bukan apa-apa, suda terlalu banyak pesan bernada demikian yang masuk dalam messeger saya dengan modus penipuan. Lagi, abang itu tak mau menyerah begitu saja, ia kembali mengirimi saya pesan itu. Kali ini pesan itu saya gubris, dengan menanyakan kapan anaknya tersebut dioperasi.

Sehari kemudian baru dibalasnya, abang itu mulai menceritakan perihal anaknya yang mengalami radang usus dan mengirimi saya beberapa gambar seorang anak yang tergelatak tak berdaya di atas ranjang berwarna hijau, nampaknya itu kamar di sebuah rumah sakit.

Di bagian perut anak itu, terdapat bekas jahitan operasi, belum terlalu kering. Sementara di bagian kiri perutnya, terdapat luka yang masi basa dan memerah, berbeda dengan bekas luka dibagian tengah. Belakangan saya ketahui, itu lubang khusus (stoma) yang dibuat sebagai saluran untuk membuang stinja, pengganti dubur sementara.

Anak itu Muslimin, usinya enam belas tahun (16). Di bulan April  lalu Muslimin harus masuk rumah sakit dan menjalani operasi karena radang usus yang dialaminya suda membuat kondisinya semakin memburuk.
Suroso, ayah Muslimin menceritkan, berdasarkan pemeriksaan dokter, anaknya harusnya menjalani operasi kedua di oktober kemarin dan melakukan cekup rutin setiap minggunya.



Namun, Suroso (Ayah Muslimin) yang berprofesi sebagai sopir truk pada salah satu kontraktor di Kota Kendari itu suda tak mampu membayar biaya rumah sakit dan obat-obatan untuk anaknya di rumah sakit. Uang yang dikumpulkannya sebagai sopir selama ini suda habis dan semenjak saat itu, Suroso tak lagi bekerja karena harus menemani anaknya berobat.

"Dia suda perna dioprasi, tapi belum bisa sembu karena harus dua kali oprasi, sementara saya ini suda tidak punya uang untuk biayanya," tulis Suroso dalam chat itu

Muslimin saat jalani perwatan di rumah sakit.

Mendapati pesan itu, hati saya terketuk, saya menghubungi teman-teman yang ada disana untuk bersama-sama berkunjung di kediaman pak Suroso. Bersama beberapa orang teman disana, saya mendatangi alamat yang diberikan.

Tepat di samping terminal Lombe Kecamatan Gu, kami mendapati sebuah rumah kecil yang dibangun di atas permukaan air laut, rumah dimana Suroso dan keluarganya menetap.

Di dalam rumah papan yang tak bercet itu, kami menemui anak itu tengah terbaring di atas kasur tipis yang mulai memudar warnanya. Dikesempatan ini, pada kami Suroso bercerita banyak soal putranya itu dan kehidupan keluarganya.

"Sekarang hanya di rumah, harusnya dari bulan lalu dia suda harus operasi dan seharusnya lakukan cekup tiap minggu, tapi sampai hari ini tidak perna lagi cek up, suda 5 bulan kendala biaya," jelasnya

Di awal operasi, Suroso menduga Muslimin hanya akan dioperasi sekali, sehingga ia  memberanikan diri membuat BPJS mandiri yang akan dipergunakannya saat operasi agar meringankan biaya operasi anaknya itu. Dugaan Suroso salah, untuk sembuh, Muslimin harus dioperasi dua kali, belum lagi tak semua obat yang diperlukan ada di rumah sakit sehingga harus membeli diluar dan mengeluarkan uang yang tak sedikit.



Suroso kebingungan untuk biaya operasi Muslimin, belum lagi BPJS mereka yang menjadi tumpuan satu-satunya suda tidak bisa dipergunakan karena telah menunggak selama lima bulan.

Saat ini, Muslimin terbaring tak berdaya dan dirawat seadanya di rumah dan tak lagi bersekolah seperti teman-tema seusiannya. Suroso berharap agar ada pihak yang bisa berimpati untuk membantu meringankan biaya pengobatan anaknya. Suroso berharap, dinas terkait juga bisa membantu menguruskan BPJS keluarga mereka.

Syukurlah dari kunjungan itu, kini suda ada dermawan yang berimpati untuk melunasi tunggakan iuran BPJS keluarga mereka. Muda-mudahan Muslimin segera pulih dari penyakitnya dan bisa seperti anak seusiannya untuk melanjutkan sekolahnya  yang saat ini terhenti.  

0 Response to "Kisah Pilu Seorang Ayah Yang Mengharapkan Kesembuhan Anaknya"

Post a Comment