Keceriaan Warga Desa Lasori. Foto : Amrin Lamena |
Sekitar tiga tahun
lalu, hari itu di Desa Lasori Kabupaten Buton Tengah tak seperti biasanya, desa
begitu renggang. Tidak ada aktivitas nelayan di laut, atau mereka yang hendak ke kebun.
Suasana pagi itu sedikit berbeda dari hari-hari sebelumnya. Masyarakat tengah
memenuhi satu gedung disudut desa itu. Sejak matahari naik
sejengkal di ufuk timur, masyarakat beramai-ramai mendatangi gedung serbaguna.
Desa Lasori, hari itu tengah melangsungkan pemilihan kepala desa. Gedung itu
mulai dipadati masyarakat.
Dari dalam gedung,
petugas pemilihan suda mempersiapkan bilik suara dan atribut kandidat.
Masyarakat pun mulai dipersilahkan mengisi kursi-kursi kosong. Di sudut depan
ruangan gedung itu, para peserta kontestasi Pilkades mengambil posisi berderet
sesuai nomor urut, disudut depan ruangan itu, bercampur tegang, pemuda itu
sesekali tersenyum menyapa dengan ramah setiap masyarakat yang baru saja
menyalurkan hak pilihnya.
Seorang anak muda berasal dari
keluarga yang sederhana, dibesarkan di lingkungan yang penuh tantangan. Untuk membantu perekonomian keluarga, sewaktu masi duduk di sekolah menengah pertama, ia sesekali berjulan koran sepulang sekolah atau di hari-hari libur sekolah. Berkeliling dari rumah ke rumah dan di tempat-tempat publik di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) saat ini sebagai daerah rantauan kedua orang tua. Dulu, pemuda itu juga seorang pemalu, bahkan sangat pemalu, ia selalu menghindari perempuan yang menyukainya dan ingin mendekatinya. Bahkan ia pernah berkeringat dingin saat seorang gadis tanpa sepengetahuannya telah duduk disampingnnya dan mencoga merayunya. Ya, itulah Buradin remaja, seorang pemalu dan lugu mejelma sebagai seorang pemuda yang karismatik dan gagah berani menetang arus.
Cerita itu kemudian dimulainya di tahun 2009, di kampus Islam Negeri kenamaan Kota Makassar, Provinsi Sulawesi
Selatan. Di kampus itu, tengah melaksanakan penggodokan mahasiswa baru. Dari tengah riuh
kerumunan mahasiswa baru, pemuda itu berdiri mengenakan seragam tak beraturan, layaknya Maba, ia menyaksikan setiap orang yang tengah berpidato atau sekeder memberi arahan di atas mimbar oleh mereka yang lebih senior. Buradin resmi terdaftar sebagai mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota di kampus itu.
Lahir di tahun 1991, Buradin merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Di tengah kehidupan keluarga yang suda mulai membaik, Buradin mulai menyusun mimpi-mimpinya, mendobrak tembok-tembok yang kerap membatasi mimpi-mimpinya. Semangat mudanya terus ia pacu agar ide-idenya tak kaku dan membeku. Buradin mulai sibuk dengan aktivitas kampus, ia mulai menjelajahi dunia akademik. Tak hanya sekedar aktif mengikuti perkuliahan, ia juga mulai aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan. Di luar kampus, ia bergabung di salah satu organisasi kemahasiswaan yang di gagas kakanda Lafran Pane. Di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), ia tak cukup memiliki banyak ruang untuk menempati posisi-posisi strategis, namun prosesnya di HMI suda mengantarkannya hingga jenjang pengkaderan LK II.
Tak hanya di HMI, ia juga bergabung di organisasi UKM Mahasiswa Pecinta Alam Sultan Alauddin (Mapalasta). Di sini, ia dikenal dengan panggilan Cakalang, sebuah nama yang diberikan oleh senior-seniornyanya. Aktivitas Adin (panggilan akrab Buradin) tak hanya terbatas di HMI, Mapalasta dan kampus. Sebagai anak desa, ia bersama kawan-kawan sejawatnya membentuk lembaga kedaerahan, Ikatan Keluarga Mahasiswa Mawasangka Timur (INGKAMI) Makassar. Lembaga itu diniatkan mewadahi mahasiswa dari desa-desa di Kecamatan Mawasangka Timur yang melanjutkan studi di Kota Makassar. Sebagai penggagas dan pelaksana ketua sementara saat itu, saat libur kampus tiba, lembaga itu diaktifkan melalui kegiatan-kegiatan sosial di kampung halamannya, dan menjadi lembaga pembinaan bagi mahasiswa-mahasiswa baru dari Kecamatan Mawasangka Timur yang mendaftar kuliah di Kota Makassar.
Pelan-pelan, Buradin mulai membentangkan sayap di dunia aktivis kemahasiswaan, terlibat dalam gerakan-gerakan sosial, lingkungan di daerah ia kuliah dan di kampung halamannya. Hingga suatu ketika saya mendengarnya terpilih dalam perhelatan Pemilu mahasiswa. Dengan mengusung slogan "Mari Kita Menuju UIN EMAS," ia berhasil terpilih sebagai Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Alauddin periode 2014-2016. Sayang, karena dinamika perpolitikan di internal birokrat kampus, dan wataknya yang selalu berani menentang arus, pemilik nomor urut 3 dalam Pilpresma UIN Alauddin itu benar-benar tak mendapat pengakuan dari birokrat kampus, hingga selesai bermahasiswa, Adin tak pernah dilantik sebagai Presiden Mahasiswa UIN Alauddin.
Gagal dilantik sebagai Presma, Adin kemudian mulai mempersiapkan apa yang menjadi pleaningnya kedepan, ia tak ingin berlama-lama lagi bergelut di dunia kampus. Baginya, dinamika kampus telah cukup memberinya ruang untuk memperkenalkanya pada realitas sosial yang sesungguhnya. Bagi Buradin, menjalani perkuliahan hingga lima tahun lebih suda cukup memberi gambaran, membuka cakrawala agar kedepan bisa diterapkannya dalam kehidupan sosial. Ia sadar kalau masi banyak hal yang harus diperbuatnya untuk masyarakat di kampung halamannya.
Hingga pada September 2015, Buradin dinyatakan lulus pada program studi Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik. Resmi mendapat gelar sarjana teknik, ia mulai menyusun rencana membangun desanya. Suatu ketika, ia mengajak saya bersama beberapa senior lainya untuk berdisku mengenai hajatanya mengikuti konstestasi Pimilihan Kepala Desa. Saya tidak begitu dekat dengannya, tapi kerena pencapaianya semasa kuliah membuat namanya sering disebut-sebut di desa dan sering kali menjadi motivasi anak muda di desa untuk melanjutkan pendidikan. Awalnya saya sempat ragu dengan niatanya tersebut, usianya masi tergolong mudah, saat itu ia baru saja genap berumur 25 tahun, sesuai usia minimal syarat calon Kades. Adin juga belum memiliki pendamping, seorang istri, yang selalu menjadi patokan kriteria dari masyarakat desa untuk memilih seorang pemimpin di desa.
Belum lagi, beberapa calon yang disebut-sebut sebagai rivalnya dalam Pilkades itu cukup kuat untuk dikalakannya. Mereka telah lebih dulu mengusai seluk beluk perpolitikan di desa. Adin mulai mejelaskan situasi perpolitikan di desa, situasinya berbeda jika dirinya maju sebagai salah satu kandidat calon Kades. Ia tahu betul, masyarakat menginginkan sesosok figur baru untuk memimpin Desa Lasori saat itu yang baru saja ditinggal kepala desa sebelumnya setelah lulus dalam penjaringan pegawai negeri sipil (PNS) sebelum periodenya berakhir. Beberapa senior lainya telah bersepakat mengusungnya. Mendengar penjelasnnya, saya pun bersepakat dan bersama-sama mengiyakannya.
Dari pertemuan di salah satu warung kopi di Kota Baubau itu, Adin mulai turun ke kampung untuk melihat langsung situasi desa dan berselaturahmi dengan tokoh-tokoh masyarakat. Hari itu, Adin mulai bertemu dengan beberapa tokoh masyarakat dan pemuka agama. Adin menemui mereka dari rumah ke rumah, sesekali mengumpulkan anak-anak muda desa di rumahnya. Dari pertemuannya itu, saya melihat sendiri pernyataan dukungan masyarakat yang mengalir kepada dirinya. Satu persatu warga yang ditemuinya menyatakan diri mendukung Buradin dalam kontestasi pemilihan Kepala Desa. Saat itu, Buradin akan berebut kursi dengan dua kandidat lainya, salah satunya adalah perangkat desa yang suda sejak lama mengenal kondisi Desa Lasori. Tak mau kehilangan strategi, Buradin tinggal memperkuat barisan pendukungnya. Mulai dari anak muda, tokoh adat, pemuka agama hingga keluarga yang dianggapnya sebagai basis paling militan.
Buradin mulai menyusun rencana-rencana strategis pembangunan desa. Ia ingin tampil berbeda dengan kandidat lain, Buradin ingin menghadirkan wajah baru di Desa Lasori. Ia ingin desanya selangkah lebih maju dari desa-desa lain. Berbekal pengalaman saat mahasiswa dengan gelar sarjana perencanaan wilayah dan kota, ia mulai menyusun konsep-konsep dalam berdesa. Berdiskusi dengan beberapa orang jejaringnya semasa kuliah dan beberapa orang penggiat sosial untuk menyusun visi misi yang akan dipaparkannya dalam pemilihan kepala desa pergantian antar waktu (PAW).
Kepada masyarakat yang ditemuinya, Buradin mengenalkan visi misi yang akan dijalankannya ketika terpilih sebagai kepala desa. Ia mulai berbicara, sesekali berbicara menggunakan bahasa Pancana (Bahasa daerah setempat) agar mudah dipahami oleh kalangan orang tua di desanya. Dengan bahasa pancana yang tak begitu fasih, pada visi misi yang ia paparkan, "Inovasi Menuju Desa Lasori EMAS (Ekonomi Mandiri, Aman dan Sejahtera)," persis visi yang ia gaungkan saat maju menjadi kandidat Presma UIN Alauddin. Selanjutnya, Buradin menjelaskan visi yang akan diembannya itu dibuat dalam lima bidang pendekatan. Diantaranya, pengembangan wilayah, ekonomi, budaya, sosial, pengutan dan pengembangan kelembagaan, dan pemberdayaan.
Lebih rinci, visi tersebut, Buradin menjelaskanya dalam 7 misi sebagai berikut : Pertama, Meningkatkan kualitas SDM yang unggul, beriman, bertakawa dan berkelanjutan. Kedua, meningkatkan kesehatan keluarga masyarakat desa. Ketiga, meningkatkan penguatan inovasi untuk mendukung perekonomian desa yang kuat dan berdaya saing tinggi. Keempat, Meningkatkan pembangunan infrastruktur. kelima, Meningkatkan kapasitas birokrasi desa dan otonomi desa. Keenam, meningkatkan infestasi dan pengelolaan sumber daya unggulan desa berbasis kerakyatan dan partisipasi masyarakat yang berkelanjutan. Ketuju, yaitu menciptakan kemanan dan ketertiban desa.
Kepala Desa Lasori (baju ping) saat mengunjungi warganya. |
Mimpi Buradin yang telah dituangkannya dalam visi dan misnya tersebut, mungkin belum dipahami seutuhnya oleh masyarakat desa, bagi sebagian masyarakat menganggapnya hanya sebagai formalitas belaka, sebagai rangkaian dalam mengikuti konstetasi pemilihan kepala desa. Tetapi tidak bagi Buradin, mimpi besar yang telah dituangkannya dalam visi misi tersebut adalah target program kerja jika kelak ia terpilih menjadi kepala desa. Jalur yang akan ditempuhnya dalam membawa Desa Lasori dalam tujuan yang sesungguhnya. Ia harus merealisasikan janji itu, agar benar-benar tidak menjadi janji kosong belaka.
Maju sebagai kandidat calon kepala desa dalam pemilihan pergantian antar waktu, langkah Buradin tak begitu mulus, ia diperhadapkan dengan ketentuan, bahwa pemilihan kepala desa PAW dilaksanakan secara keterwakilan. Hanya mereka yang dianggap tokoh yang akan memilih, yang nantinya menjadi penentu siapa kepala desa selanjutnya. Sementara masyarakat kaum akar rumput tidak bisa mimilih oleh regulasi. Disisi lain, masyarakat kebanyakan di desa itu tak menginginkan pemilihan keterwakilan. Mereka bersikuku agar pemilihan dilaksanakan secara umum tanpa perwakilan, hingga muncul gelombang massa yang dipelopori oleh kelompok pemuda memprotes rencana kebijakan tersebut kepada pemerintah daerah Kabupaten Buton Tengah.
Melihat reaksi itu, kemudian Pemkab Buton Tengah yang saat itu dipimpin Pelaksana Jabatan (PJ) Bupati Mansur Amilah, menugaskan Kabag Tapem yang menaungi pemerintahan desa dan BPMD untuk meninjau langsung kondisi di Desa Lasori dengan melaksanakan musyawarah terbuka dengan seluruh masyarakat desa. Tetap saja masyarakat tak menginginkan pemilihan dilaksanakan secara keterwakilan, mereka menginginkan kepala desanya lahir dari pilihan mereka, tanpa ada perwakilan. Melalui musyarawarah itu akhirnya keinginan masyarakat desa diamini, semua masyarakat kembali bisa memilih seperti pemilihan pada umumnya, masyarakat bergemuru senang.
Pemungutan suara telah usaih dan perhitungan suara akan segera dimulai. Di dalam ruangan dan di luar gedung serbaguna mulai dipadati oleh kerumunan masyarakat desa dan masyarakat dari desa-desa tetangga yang ingin menyaksikan perolehan suara calon kepala desa. Suasana begitu tegang, mereka tak sabar ingin mengetahui hasil perhitungan suara. Sementara, Buradin tetap tenang duduk di kursi tengah di antara dua calon kandidat lainnya sebagaimana susunan nomor urut dalam surat suara. Beberapa hari sebelumnya diakhir jadwal masa kampanye, para kandidat telah melakukan deklarasi damai dan bersepakat menerimah hasil pemilihan dengan lapang dada.
Panitia mulai menyusun kotak suara, satu persatu surat suara diambil dari kotak suara, sementara panitia yang lain bersiap-siap di depan papan skor menuliskan hasil pembacaan surat suara. Sebelumnya panitia telah mengesahan 1.230 orang wajib pilih, namun yang menyalurkan hak suara hanya sekitar 723 wajib pilih.
Surat suara teleh selesai dibaca, panitia pemilihan kembali memastikan kotak surat suara, kosong. Semua pandangan tertuju pada kotak itu, lalu berpaling di papan skor. Dengan berakhirnya perhitungan suara, sontak gemuruh suara dan tepuk tangan masyarakat memenuhi langit-langit gedung menyambut kemenangan Buradin yang unggul dalam perhitungan suara. Total suara yang berhasil diraih oleh Buradin yakni 332 suara, sementara rival terkuatnya mendapat 140 suara dan kandidat lainya jauh di bawah mereka berdua.
Suasana gedung berubah, haru dan gembira bercampur aduk mengiringi kemenangan Buradin. Masyarakat beramai-ramai memberikan ucapan selamat dan menggotongnya keluar dari gedung. Pandangan saya tertujuh pada seorang laki-laki paru baya, ia begitu terharu, menangis terseduh-seduh dan beberapa kali lelaki itu sujud sukur atas kemengangan Buradin. Seorang anak muda yang baru berusia genap 25 tahun berani tampil dalam kontestasi pemilihan kepala desa kala itu. Sebelum, Buradin keluar, para kandidat lain yang menjadi pesaingnya dalam pilkades tersebut terlebih dahulu memberikan ucapan selamat, saling merangkul dan menerimah hasil pemilihan. Menggambarkan kedewasaan perpolitikan di desa, rasa persaudaraan, kekerabatan dan kebersamaan sangat dijunjung tinggi.
17 Juni 2016, di sebuah ruangan, Buradin berpakayan putih rapih, sepatunya mengkilat, dan lengkap dengan gobang garuda di dada sebela kirinya. Anak muda itu tengah bersiap-siap menghadapi pelantikan. Di gedung dimana ia terpilih, Buradin dilantik seorang diri. Bupati Buton Tengah membacakan sumpah janji, Buradin berdiri tegak, mengambil sumpah janji jabatan di bawah kitab suci Al Qur'an. Hari itu Buradin resmi menjabat sebagai Kepala Desa Lasori periode sisa masa jabatan 2014-2020. Di usianya yang masi muda, Buradin suda memikul tanggung jawab untuk memimpin desa. Bagi Buradin, itulah pilahan yang harus diembannya, sebuah pilihan untuk keluar dari zona nyaman, serta bagaimana menjalankan amanah yang telah dipercayakan oleh masyarakat desa kepadanya.
Pasca pelaksanaan pesta demokrasi pemilihan kepala desa, kondisi desa kembali normal. Nelayan kembali melaut sebagaimana biasanya, para petani kembali berkebun dan tukang batu sebagaimana biasanya kembali memalu, memikul batu dan menyusunya menjadi kubikan batu yang tiwarkan kepada setiap mereka yang hendak membangun rumah. Pagi yang cerah itu, Buradin tengah bersiap untuk ke kantor. Pelayanan kantor desa pun suda dimulai dan kembali berjalan normal.
Hari-hari Buradin dalam memimpin desa memang perlu banyak mendapat dorongan, motivasi dan sokongan, terkhusus lagi dari orang-orang terdekat. Setelah menjabat beberpa bulan, Buradin kemudian memutuskan untuk menikahi seorang perempuan bernama Nurul Riskah .R. Buradin memang perlu mendapat dorongan, dan motivasi dari sesesok perempuan yang menjadi pendaping hidupnya. Apalagi pelayanan pemerintahan yang ia jalani tidak cukup hanya dari dalam kantor. Ia juga harus selalu siap melayani setiap warga yang datang ke rumah jabatan untuk mendengar langsung keluhan atau urusan lain soal pelayanan administrasi. Bersama sang istri tercinta dan berkat dorongan dari keluarga dan kerabat, Buradin mampu merealisasikan beberapa program yang telah dicanangkannya bersama warga Desa Lasori.
Tiga tahun setengah menjabat kepala desa, 3 Januari 2020 Buradin akhirnya harus istrahat dari rutinitasnya, memberi pelayanan pemerintahan di Desa Lasori dan harus kembali menjalani rutinitas sebagaimana masyarakat pada umumnya. Menjabat sebagai kepala desa melanjutkan sisa masa jabatan, mungkin itu adalah waktu yang singkat. Selama kurun waktu tiga tahun menjabat, Buradin telah merealisasikan beberapa program melalui APBDes tahun 2017-2019 diantarnya, - Pembukaan dan pengerasan beberapa jalur jalan lingkungan, - Pembuatan lapangan sepak bola, - Penimbunan pasar desa, - Rehab dan pembuatan taman kantor desa, - Pembangunan TPQ, - Penimbunan halaman PAUD, - Pengadaan Mobil Ambulance desa, - Pengadaan motor dan tong sampah desa, - Pemberian modal BUMDes Lasori Emas, - Pengembangan Wisata Pantai Gubahi, - Pembentukan dan pemberian bibit ayam kampung super pada kelompok peternak, - Pemberian bibit mangga pada petani, - Pemberian insentif pada guru PAUD dan guru mengaji, - Pemberian operasional, PKK, LPM, Karang Taruna, BPD, dan Majelis Taklim, - Pemberian insentif tokoh adat, perangkat Masjid, -Pemberian insentif kader posyandu, - Dan bantuan bodi dan mesin kepada nelayan.
Di ujung masa jabatanya, Buradin mendapat penghargaan dari Direktoral Jenderal Pembanguan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertingga Transmigrasi RI. Ia bersama tujuh kepala desa lainya di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mendapat penghargaan atas perannya dalam pemuktahiran status perkembangan desa indeks desa membangun (IDM) tahun 2019. Berdasarkan IDM, ia berhasil membawa Desa Lasori naik status dari sebelumnya desa tertinggal meloncati satu anak tangga menjadi desa maju.
Keberhasilan tersebut bagi Buradin, barulah serangkayan dari mimpi-mimpinya dalam membangun desa. Ia sadar, apa yang menjadi capayannya saat ini belumlah cukup sebagaimana mimpi-mimpi besarnya yang ingin ia wujudkan di Desa Lasori. Masi ada tugas yang lebih berat dan harus ia tuntaskan, membawa Desa Lasori menjadi desa mandiri dengan segala potensi yang dimiliki oleh desa. Tidak hanya maju, desa suda harus mandiri, masyarakatnya harus sejahtera melalui inovasi, kreativitas serta produktivitas ekonomi.
Sangat jarang pemuda seperti Buradin yang memutuskan untuk kembali ke desa dengan niat tulus mengabdikan diri kepada kampung halaman. Apa yang telah ia impikan sejak lama, tidak hilang begitu saja, ia telah gapai saat ini. Mimpinya tidak begitu besar, pun tidak begitu ambisi, ia hanya ingin memegang kendali pemerintahan desa lalu merubah wajah Desa Lasori melalu gagasan dan inovasi yang suda sejak lama ia susun.
Motivasi untuk maju sebagai kepala desa ia dapatkan ketika melihat kenyataan banyak ketidak adilan pada masyarakat desa. Pemerintah desa terlalu mudah diinterfensi oleh birokrasi di atasnya. Tak sedikit program-program yang mestinya beriorentasi pada kesejahteraan masyarakat justru terbengkalai karena disulap untuk kepentingan lain. Belum lagi banyak 'mafia' yang hadir di desa dengan berbagai motif agar turut menikmati dana desa. Mereka datang dari berbagai latar belakang asosiasi dan lembaga dengan modus seperti polantas dana desa. Mereka tahu, di desa banyak menyimpan rupiah. Seperti gula, desa dikerumuni banyak semut, diserang dari berbagai sisi untuk menikmati sisi manisnya.
Pada satu kesempatan, Buradin bercerita banyak kepada saya, tentang situasi di desa dan kondisi-kondisi terburuk saat mengahadapi keinginan-keinginan dari pihak luar desa yang mencoba mengambil bagian di desanya.
"Kita harus seperti ikan salmon yang berani menentang arus," begitu anak muda itu bercerita kepada saya.
Pemuda itu, selalu berani menantang setiap kebijakan diluar nalar logika dan cita-cita idealismenya dalam membangun desa. Sesekali ia harus bersiteru dan dijauhi oleh orang-orang yang memiliki kapital yang mencoba masuk untuk menikmati gula-gula di desanya.
Begitulah hari-hari Buradin saat menjalani roda pemerintahan Desa Lasori, melayani setiap waktu warganya tidak hanya cukup dalam ruangan kantor desa. Tak sedikit waktu yang telah ia luangkan saat menerimah panggilan dari depan rumah. Ia harus menerimah setiap keluh kesah dari warganya yang menghadapi masalah. Dan mungkin ini pula yang membuat sebagian kepala desa tak bertahan lama. Tak sedikit para kepala desa memilih berhenti di tengah jalan karena tidak tahan memikul tanggungjawab sebagai kepala desa. Sebagian dari mereka memilih untuk jadi PNS, dan sebagian lagi memilih mesuk ke Kota, lalu pulang kedesa mengikuti penjajakan sebagai calon legislatif atau kepala daerah. Dan mungkin itu lebih bergengsi.
Menjelang periodenya berakhir, saya melihat anak muda itu meneteskan air mata. Saat perpisahan bersama warganya, ia tak kuasa menahan tangis ketika melihat ketulusan orang-orang tua di desa satu persatu menyelamainya dan memeluknya dengan deraian air mata. Buradin telah berhasil membawa Desa Lasori menaiki anak tangga demi anak tangga perubahan.
Mimpi Buradin membangun desa ia mulai dari angan-angan kosong, dengan kerja keras dan usahannya, ia mampu mewujudkannya. Ia telah mewakafkan diri untuk membangun desa. Program-programnya begitu nyata ia wujudkan. Saya selalu mengikuti perkembangan Desa Lasori, saya pun sering berdiskusi dengannya. Mulai dari mimpi-mimpinya membangun desa hingga mimpi itu menjadi kenyataan.
Dan kali ini, pemuda itu harus undur diri. Di tengah kerumunan warga itu, ia menyeka air matanya, lalu berusaha tegar. Ia sadar, seorang pemimpin harus lebih tegar dari warganya. Ia kembali berdiri tegal lalu berucap, "Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, mungkin inilah pula bagi kita semua. Kebersamaan dan kesetian kita semua dalam membangun desa selama ini saya ucapkan terimah kasih yang tak terhingga. Tetapi kebersamaan ini tidak mesti berhenti sampai disini, menjadi seorang kepala desa hanyalah salah satu jalur untuk membangun desa, diluar itu suda menjadi tanggungjawab kita bersama-sama untuk membangun desa tercinta ini," tutup Buradin dalam sambutan terakhirnya yang disambut riuh tepuk tangan warganya.
0 Response to " Pemuda Itu Bernama Buradin, Dari Mimpi Membangun Desa Hingga Jadi Kenyataan"
Post a Comment