Aktivitas Masyarakat di Pesisir Desa Lasori. |
"Orang yang tinggal di desa itu enak, apa-apa makananya segar-segar dan sangat mudah didapat, tinggal pergi di belakang rumah," tutur salah seorang teman dari kota kepada saya.
Mendengar kalimat itu, saya mulai berpikir dan timbul beberapa pertanyaan. Apa yang enak hidup di desa? Jauh dari keramayan, fasilitas juga sangat minim. Beda dengan kota yang selalu ramai, banyak ruang-ruang publik yang mentereng dan gedung-gedung pencakar langit.
Mendengar itu, teman itu menghela napas. Menurutnya kemewahan di kota hanya kemewahan semu yang tidak bisa nikmati oleh semua orang, kemewahan di kota hanya membahagiakan segilintir orang. Sementara di desa, kita hanya butuh kemauan untuk melakukannya.
Pernyataan teman ini ada benarnya, mungkin kita saja yang kurang menyadarinya, atau kita terlalu teropsesi dengan segala kemewahan orang-orang kota yang disiarkan di media massa. Padahal orang kota sendiri rela melakukan perjalanan yang jauh untuk hunting ke desa-desa, untuk menghasilkan foto yang indah dan memperoleh pengalaman yang membahagiakan.
Semenatara kita orang-orang desa keindahan itu bisa kita peroleh di belakang rumah, kapan saja kita bisa lakukan, menjemput berkah pada pesisir dan hutan yang terhampar di belakang rumah. Lahan-lahan di desa masi luas dan jauh dari polusi. Tugas kita hanya memanfaat dan mengambil seperlunya.
Pengunjung saat berwisata di Pesisir Pantai Gubahi. |
Saat pandemi menghantam pun, orang-orang desa dengat cepat beradaptasi, menyesuaikan diri dengan keadaan. Bukan karena telah biasa ditimpa masalah, tapi di desa lah lumbung pangan dengan segala keindahan alamnya.
Para petani tetap dengan kesibukannya di kebun dan ladang, nelayan pun tetap beraktifitas di laut untuk kebutuhan keluarganya dan memasok kebutuhan pangan orang-orang kota.
Hanya mungkin kita kurang percaya diri dengan apa yang kita miliki, sehingga kemarin-kemarin dalam melawan pandemi kita cenderung memakai konsep kota. Padahal desa dapat mengajarkan kota untuk bertahan dalam gempuran pandemi ini. Bukan hanya soal alamnya, tapi desa punya kearifan lokal.
Keluar dari soal pandemi yang suda menjenukan itu. Ada yang mesti menjadi ingatan kolektif kita bersama orang-orang desa. Generasi kita masi panjang, sehingga kita tetap harus merawat limpahan berkah ini. Memiliki sewajarnya, mengambil pun seperlunya.
Biarkan berkah tetap menjadi berkah yang bisa dirasakan hingga generasi yang akan datang. Jangan biarkan ulah kita mengubah berkah ini menjadi petaka seperti apa yang terjadi di kota-kota besar.
0 Response to "Enaknya Menjadi Orang Desa"
Post a Comment