Damai, Merawat Baubau Yang Semerbak

 

Kotamara Baubau

Dua hari lalu, saya dan mungkin semua orang yang pernah tinggal dan menetap di kota Baubau baru saja merayakan HUT Baubau ke - 476 tahun dan Hari jadi kota Baubau sebagai daerah otonomi baru ke -19, sekalipun hanya dalam bentuk ucapan, karena Covid-19. 

Momen istimewa itu baru dua hari berlalu, tapi bentrok antar kelompok kembali pecah. 

Di salah satu grup WA, saya mencoba konfirmasi kebenaran kejadian itu yang telah terlebih dahulu bereder di media sosial. Teman seprofesi yang berdomisili di kota pemilik benteng terluas di dunia itu hanya menjawab singkat.

"Sudah basi mi," tulis teman itu dengan singkat. 

Entah ini insiden berdarah yang keberapa. Suda terlalu sering, orang-orang suda tidak kaget lagi mendapat info pertikayan dan konflik antar kelompok. Baubau seperti telah berlangganan dengan pertikayan, pembacokan hingga pembunuhan.  

Kejadian serupa suda hampir manjadi hal yang tabuh, tidak ada lagi kengerian diantara pemuda. Rasa takut sepertinya suda tidak menghampiri. Hingga pedang sangat mudah diayungkan, pisau sangat ringan dijulurkan.

Entah apa lagi kata yang harus diucapkan, mungkin hanya kata ini yang pantas untuk diucapkan. Damailah Baubau. 

Ah, ayolah, terlalu mahal harga yang harus kita bayar bila Kamtibmas terganggu. Nyawa terancam, bukan hanya satu dua orang atau pun kelompok orang saja. Aktivitas masyarakat pun suda pasti terganggu. 

Entah harus seberat apa lagi beban yang akan dipikul jika ini terus berlangsung, sementara beban ekonomi akibat Covid-19 masi terus berlangsung. 

Kita semua berharap dapat menahan diri, tidak menyulut emosi. Kita serahkan sepenuhnya kepada pihak penegak hukum, biarkan kaki dan tangan mereka yang bekerja meredam suasana. 

Dari pantai di ujung selatan Pulau Muna, saya melihat kelap kelip lampu di Kota Baubau begitu indah menghias mata. Nama Baubau begitu semerbak di mata dan ingatan orang-orang sebagai kota hunian yang nyaman di masa lalu. 

Sesama orang Buton suda semestinya kita menjaga harum semerbak itu, merekatkan persaudaraan. Mencari persamaan dan mempersempit perbedaan. 

Mari kita sudahi ini semua. Para pemangku kebijakan, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda. Ayo duduk bersila, saling merangkul dan berjabat tangan.

Di sela-sela kenikmatan memandang Baubau dari kejauhan, saya kemudian teringat dengan falsafah orang Buton yang kini tengah gencar disosialisasikan Wali Kota Baubau AS TAMRIN, dalam bentuk PO5. Ada lima prinsip PO5 yakni, Pomaamaasiaka (Saling menyayangi), Popiapiara (Saling Memelihara), Poangkaangkataka (Saling mengangkat derajat), pomaemaeyaka (selalu merasa malu berbuat hal negatif), dan pobincibinciki kuli (Tidak saling menyakiti sesama masyarakat Buton).

Di tengah menggores tinta ini, lantunan lagu om Iwan Fals begitu enak terdengar.

Damailah negeriku,

Yang hitam bukan kau saja,

Yang kriting bukan kau saja, 

Kami juga hitam, 

Kami juga kriting, 

Kita satu bangsa dan satu bahasa Indonesia. 

0 Response to "Damai, Merawat Baubau Yang Semerbak"

Post a Comment